Tadinya tulisan ini dimaksudkan sebagai ‘kado’ ulang tahunku yang jatuh pada tanggal 2 May. Tapi karena kesibukan dan keterbatasan akses ke internet, baru sekarang tulisan ini bisa muncul di sini.
Menjalani 34 tahun kehidupan di dunia ini sungguh adalah rahmat yang diberikanNya. Dan adalah rahasia Allah SWT pulalah entah berapa waktu ke depan rahmat itu akan terus diberikan. Entah itu dalam hitungan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan ataupun tahun. Yang jelas ucapan syukur dengan apa yang telah dijalani, dimiliki, dan dihadapi, haruslah kuucapkan. Sebagai wujud rasa terima kasih atas semua ujian penempaan diri ke arah yang lebih baik yang diberikan Allah SWT. Karena tanpa itu semua, tidaklah berarti apa-apa 34 tahun yang telah kujalani tersebut.
Perjalanan kehidupan dari masa kanak-kanak, remaja, menginjak dewasa dan hingga saat ini, terasa seperti sebuah flashback yang bergerak teramat cepat dan nyaris tak terikuti. Fragmen-fragmen kehidupan di masa lalu membawa begitu banyak hikmah di masa sekarang. Ada periode keriangan bermain, masa belajar, mulai mengerti alur hidup, saat-saat sulit perjuangan diri, kesulitan dan kebahagiaan yang silih berganti, ketegaran dan keberhasilan, penyesalan dan kesalahan, kekuatan dan keberuntungan, di banyak kota yang pernah dijalani (Payakumbuh, Padang, Bandung, Jakarta, Kediri dan Batam), dalam rentang bulan atau puluhan tahun, semua bergerak mengikuti ketentuanNya.
Ya, kehidupan ini bergerak sesuai perintah Allah SWT! Tidak ada yang bisa memperlambat, mempercepat, menghentikan, atau memutar ulang roda hidup ini, selain Dia. Dan atas rahmatNya lah, aku sampai di titik dimana aku berada saat ini.
Dalam salah satu tulisannya Omar Kahyyam pernah menulis;
The moving finger writes; and having writ,
Moves on: nor all piety no wit
Shall lure it back to cancel half time a line
Nor all thy tears wash out a world of it
(Indra Gunawan dalam buku “Menelusuri Buku Kehidupan” hal. 8)
diartikan;
Tangan kehidupan itu senantiasa bergerak,
Membuat goresan segala yang pernah diperbuatnya.
Ia mengukir dan memahat semua yang sudah dilakukan
Semua kebajikan, kesalehan, ataupun sesal air mata
Tak akan membatalkan jejak yang pernah di torehnya.
Orang yang paling berpengaruh dan berjasa dalam kehidupanku adalah Papa Azmi Ridjan dan Mama Rahimiar Wahid. Merekalah yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik, mengajar, mengarahkan, sampai mengantarkanku ke gerbang kehidupanku sendiri. Dengan pola dan cara mereka, dengan kesulitan dan kemampuan, dengan airmata dan pengharapan, dengan sepenuh hati dan segenap emosi, jadilah aku. Tanpa mereka, aku bukanlah aku yang sekarang! Tiada imbalan yang lebih pantas kuberikan selain mencintai mereka dengan setulus-tulusnya. Karena semua ucap, laku atau pemikiranku tidaklah cukup dibalas hanya dengan ucapan terima kasih atau permohonan maaf.
Tantangan kehidupan bagiku ke depan adalah menjadikan keluarga kecilku (anakku Alifia ADA dan istriku Ani Destriana) untuk lebih baik dalam sisi aqidah, pemikiran, pendidikan, kesehatan dan finansial. Dalam fungsi sebagai kepala keluarga dan orang tua, aku harus membimbing mereka untuk lebih baik dan lebih baik lagi.
Hidup kita pasti akan bergerak dan terus berjalan serta tak membiarkan kita menunggu (entah karena kemalasan atau menantikan keajaiban). Hidup adalah perjalanan yang hanya akan berhenti ketika ruh tidak bersama raga fana ini. Dan kitalah yang menentukan hendak dibawa kemana roda kendaraan kehidupan ini akan digulirkan, menuju keterpurukan atau kebaikan. Aku meyakini itu, dengan mengikuti ketentuan Allah SWT.
Pada akhirnya, inilah sebuah refleksi diri, perenungan panjang atas pergulatan kehidupan jiwa raga. Yang akan berujung di satu tujuan akhir: Tuhan. Dengan cara apapun, dengan jalan apapun, yang kita pilih sendiri. Seperti aku memilih jalanku.
Selamat menempuh sisa kehidupanmu, Arizaldi Ardal !